Mudik Raya 5.4.24

Jum’at yang merupakan hari ke-26 bulan puasa yang bertepatan dengan tanggal 5 April 2024, kami memutuskan untuk pulang kampung. Hari yang juga merupakan hari terakhir masuk kantor tersebut yang bertepatan dengan akhir pekan menjadi hari yang sangat kami nantikan, waktu terasa berjalan lambat pada hari itu.

Pukul tiga petang kami telah memulai perjalanan dari bandar ibu negeri keamiran kami yang terletak di pesisir pantai. Semenjak lepas Jum’at suara guruh telah terdengar namun cuaca tampak masih cerah, hal ini cukup mencemaskan kami. Menjelang pukul tiga, awan gelap mulai tampak di perbukitan arah timur bandar ini, kemudian perlahan-lahan cuaca yang cerah mulai berubah kelam. Agaknya hujan akan datang dari arah perbukitan.

Beberapa kilometer mendecak onda, hujan sudah mulai turun. Jas hujan dipasang dan kami kembali melenggang, untung tas telah kami masukkan ke dalam plastik asoi. Begitu kami berangkat hujan sudah reda, gemas hati ini dibuatnya. Namun beberapa saat kemudian hujan kembali lebat yang membuat kekesalan hati berkurang. Kami putuskan untuk menunaikan shalat Ashar, berharap selepas shalat hujan sudah kembali reda.

Hujan masih rinai tatkala kami berangkat, jas hujan kami kenakan disaat berangkat dari masjid. Kendala para pengendara onda apabila hujan ialah malas berhenti memasang dan melepas jas hujan. Laju kendaraan kami bawa dengan lambat, 40-50 Km/Jam sahaja karena kami berkeinginan berbuka di jalan.

Berkendara lambat lebih aman dan nikmat namun memiliki kendala tersendiri banyak kendaraan onda dan terutama oto menglason. Beberapa kali kami disalib oleh pengendara oto jahanam dengan sangat tipis yang membuat jantung menggelegak. Payah menyabar-nyabarkan hati namun kami ingat-ingat kembali sepupu kami yang empat hari lalu mendapat musibah kecelakaan di kampung, tulang kepala dan pipinya retak.

Sepanjang perjalanan kami, rupanya tak seperti yang kami sangkakan dimana kendaraan akan lebih ramai dan terjadi kemacetan panjang. Tak berapa oto truk bersirobok dengan kami, tidak ada iring-iringan yang mengular. Ketika sampai di Padang Panjang nanti barulah kami mengetahui penyebabnya.

Padang Panjang ialah bandar yang menyenangkan, demikianlah kesan kami selama ini. Bandar ini kecil, sejuk, terkadang diselimuti kabut, dan dikenal dengan julukan ‘Bandar Hujan’. Masih terdapat bangunan lama, baik yang terpelihara maupun yang tidak. Yang sangat memikat hati kami ialah bangunan dua buah rumah gadang yang terletak berdampingan. Rumah gadang lama yang masih bertahan hingga kini. Pemandangan itu akan tuan dapati apabila tidak mengambil jalan by pass apabila lalu di bandar ini melainkan ke arah pasar.

Demikianlah yang kami lakukan, mengambil jalan ke arah pasar. Begitu tiba di simpang by pass Panyalaian yang terletak di dekat MTsN Padang Panjang, jalan dipalang oleh polisi “Tidak dapat lalu engku, banjir di atas sana, jembatan putus” demikian terdengar oleh kami seorang petugas polisi yang sepantaran kami memberi tahu sembari mengajari.

Agaknya beberapa orang petugas polisi sudah kesal menghadapi kekeras kepalaan pengendara onda yang tetap gigih hendak lalu. Adapun dengan oto, tiada dapat pilihan, mereka mesti berbalik dan mengambil jalan ke Batu Sangkar. Suatu pilihan yang amat mengesalkan karena jarak tempuhnya lebih dua kali lipat.

“Jembatan mana yang putus engku?” tanya kami kepada petugas polisi yang lebih gaek

“Jembatan di atas sana..!” jawabnya agak kepayahan. Agaknya ia tak tahu jembatan yang mana atau tak tahu nama daerah tempat jembatan berada. Kamipun heran pula, manalah jembatan di jalur ini? atau jangan-jangan jembatan di Aia Angek dimana terdapat jembatan kereta api yang sudah menggenaskan peninggalan Belanda? Berarti sudah hampir dekat ke tujuan kami itu.

“Jadi bagaimana ini engku, benar-benar tak dapat lalu? Kemana pilihan jalannya?” tanya kami lagi

“Ya, tak dapat lalu, ke Batu Sangkar tuan lalu lagi..” jawabnya.

Dengan berat hati kami putuskan untuk lalu ke Batu Sangkar, berjalan balik ke Padang sama sekali bukan pilihan kami. Disaat mencoba menyalip menuju ke palang polisi kami diseru oleh seorang pengendara onda yang berjalan dari arah atas (Bukit Tinggi) “Jalan putus tuan, tiada dapat lalu..” hal inilah yang menambah keyakinan kami untuk berjalan ke Batu Sangkar.

Namun setelah seperempat jam berjalan arah ke Batu Sangkar, belum keluar kami dari jalur By Pass yang mengarah ke batas Padang Panjang dengan Nagari Batipuh, kami putuskan untuk balik ke tempat semula. Semenjak berangkat kami memang sudah berat juga karena terdapat beberapa pengendara onda yang berkeras hati untuk lalu. Terkenang oleh kami pada beberapa kejadian, kekeras kepalaan itu menguntungkan karena bisa sahaja terdapat jalan lain – walaupun memutar – menuju ke Bukit Tinggi. Dan cepat percaya dan patuh begitu sahaja bukanlah tai’at orang Minangkabau, orang Minang itu kritis dan keras kepala.

Kami berhasil melalui palang dengan mengekor onda di hadapan kami. Jalan di Nagari Panyalaian tampak lengang dan perjalanan lebih cepat. Kami berpapasan dengan kendaraan polisi yang mengawal alat berat, para pengguna jalan diperintahkan untuk memotong mereka dan jangan melaju di muka kendaraan alat berat.

Kami sampai di kincir air yang sudah tak lagi berfungis, kepunyaan mertua dosen kami yang rumah isterinya tak jauh di seberang kincir. Di atasnya terdapat sebuah kedai sulaman yang bernama “Sulaman Putri Minang” dan selepas itu terdapat sebuah bengkel “Karya Muda Service”, tepat di sebelah bengkel terdapat jalan berbelok ke arah kiri. Disana terdapat beberapa orang polisi yang menghentikan laju kendaraan. Apabila lurus yang merupakan jalur biasa maka akan sampai di Aia Angek. Kami sempat ragu dan berhenti sejenak namun kemudian memutuska untuk mengikuti beberapa onda yang melaju berbelok ke kiri.

Duhai tuan, pemandangan disini sungguh cantik sangat. Dikala mendung, berawan tebal, dan berembun sahaja sudah secantik ini, apalagi kalau hari cerah, pastilah lebih cantik lagi. Menyesal kami tak mengetahui jalan ini sebelumnya. Guguak kalau tak salah nama daerah ini.

Jalan yang kami lalui sudah diaspal rancak, kecil tidak lebar karena merupakan jalan kampung. Terletak dikawasan yang berbukit sehingga kita akan melalui jalan menurun dan mendaki. Terdapat beberapa pendakian yang terjal dimana kendaraan yang melaju dari arah bawah mesti di lepas satu-satu. Untung membawa onda, kalau dengan oto maka kami takkan berani melalui jalan ini.

Kami kembali menghadapi macet di Nagari Koto Laweh, apabila belok kanan maka akan mengantarkan kami ke Pasa Koto Baru, sebaliknya apabila belok kiri maka akan membawa kami kembali ke Pakan Raba’a di pendakian Panyalaian yang telah kami lalui. Jalan yang sempit itu, tiba-tiba dilalui oleh banyak kendaraan, penyebab kemacetan karena kendaraan roda empat tidak dapat lalu pada beberapa titik karena jalan yang sempit.

Sepanjang jalan yang kami lalui, para pemuda setempat sibuk memandu arus lalu lintas membantu beberapa petugas polisi yang tiba-tiba mendapat tugas mengatur lalu lintas. Kami lihat petugas polisi keruh air mukanya karena ramainya pengendara yang lalu sehingga mengakibatkan macet serta kemungkinan karena tidak mengetahui medan dengan baik. Salah seorang petugas polisi tampak bertanya kepada beberapa orang anak remaja perihal jalur jalan.

Setelah mengiringi truk kanvas, kami beserta pengendara onda yang lain akhirnya terlepas dari penyumbatan dan darah kami dapat beredar seperti biasa. Kami tiba di Pasa Koto Baru bertepatan dengan kumandang adzan Magrib. Terkenang semasa kuliah dahulu, kami juga pernah berbuka disini bersama adik kami, berhenti di tempat yang sama, dan berbelanja di kedai yang sama pula. Berbuka dengan yang manis, dan sesuai dengan yang diiklankan kami berbuka dengan Teh Botol 505R0.

Sungguh suatu pengalaman yang tak dapat dilupakan dan menurut kami menyenangkan. Demikianlah fikiran kami kala itu, karena tidak mengetahui dengan pasti penyebab jalan ditutup. Orang-orang di Nagari Bukik Batabuah sedang kesusahan karena banjir lahar dingin, para penggendara oto yang masih bersitungkin dengan kemacetan, entah bagaimana cara mereka berbuka.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.