Salah Asuhan

Picture: https://steemit.com

Sebagaimana terpandang hina dan terpencil dari masyarakat orang yang meninggalkan bahasa ibunya atau bahasa tanah airnya yang dengan dia lidahnya lebih sanggup menerangkan segala perasaan hatinya, lalu meminjam bahasa dan logat orang lain semata-mata untuk bermegah-megah, maka lebih terpandang hina lagi manusia yang melebihi kekuatan dan kesanggupannya, atau memilih yang sebenarnya bukan pakaiannya.

HAMKA. Falsafah Hidup. Republika. Jakarta, 2018 (Hal.9-10)

Pada masa sekarang di negeri kami, sangat lazim ditemui orang tua muda dengan anaknya nan masih kecik-kecik bercakap menggunakan Bahasa Indonesia dengan lidah Minang. Salah seorang pengajar di salah satu perguruan tinggi di Bandar Padang pernah menyatakan keterkejutannya tatkala memasuki salah satu kampung di provinsi ini dimana ia mendapati orang orang tua nan masih belia ini bercakap dengan anaknya tidak menggunakan bahasa Minang.

Kami sendiri hendak tergelak apabila mendengar bahasa nan diucapkan dengan lidah Minang itu. Tak cocok kiranya, amat janggal, dan tak jelas tempat tegaknya. Namun anehnya di bandar nan menjadi ibu negeri bagi provinsi ini sedang berkembang suatu jenis bahasa nan tak jelas. Bercampur antara bahasa Indonesia, Gaul, dan Minang. Mereka menamanya dengan Bahasa Indomi dan bangga akan hal tersebut.

Bagi orang Minangkabau nan masih memegang teguh adat resam di negerinya, amatlah sedih dan gusar ia mendapati kejadian nan demikian. Remuk redam hati ini setiap mendengar bahasa ganjil itu sedangkan sebaliknya nan mengucapkan justeru merasa bangga hati.

“Bahasa menentukan bangsa” kata orang bijak dan kini anak nan lahir di tanah Minang ini telah asing bagi negeri nan menghidupi mereka. Minang telah hilang, tinggal nama dan sekedar kenangan saja.

Selamat berbuka bagi kita semua..

3 thoughts on “Salah Asuhan

  1. Saya suka dengan orang-orang yg pandai dengan bahasa ibu mereka, meski saya ga paham. Rasanya merawat bahasa ibu itu suatu nilai tersendiri, terlebih menggunakannya di tempat di mana kita tinggal.

    Salah asuhan, saya jadi ingat roman lama.

    Liked by 2 people

    1. Iya encik, kami sefaham sangat dengan encik.

      Roman Lama itu mengisahkan seorang anak Minang nan tak memiliki hasrat/kecenderungan kepada budaya tanah kelahirannya melainkan tergila-gila dengan kebudayaan barat nan dianggapnya lebih maju. Demikianlah encik..

      Liked by 2 people

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.