Melancong ke Lombok (8): Melihat Songket

Para penenun sedang menenun songket [Picture: Here]
Para penenun sedang menenun songket [Picture: Here]

Telah bersembunyi pula matahari tatkala mereka sampai di hotel “Sungguh awak benar-benar berkeinginan hendak melihat-lihat kawasan hotel itu engku..” kisah kawan kami St. Rajo Basa.

Akhirnya karena tiada tahan, dia berjalan seorang diri berkeliling kawasan hotel. Hendak dipanggilnya kawan kami nan ikut serta dengan dirinya yang satu bilik dengan Engku Sekretaris namun diurungkannya “Kenapa engku?” tanya kami.

“Agaknya dia tiada memiliki keinginan, tatkala awak tanya perihal letak biliknya, dia menjawab dengan enggan dan tergesa-gesa..” jawab kami kami St. Rajo Basa

Seorang pelancong sedang mencoba menenun [Picture: Here]
Seorang pelancong sedang mencoba menenun [Picture: Here]

Karena berjalan seorang diri, maka tiada nikmatlah terasa “Begitu rokok nan sebatang itu habis maka kami putuskan untuk kembali ke bilik kami..” ujarnya sedih

Hari Jum’at tanggal 9 Desember ialah hari penghabisan mereka di Lombok, petang harinya mereka akan segera berangkat kembali ke rumah masing-masing. Oleh karena hendak menambah waktu maka jadwal keberangkatan mereka dari hotel dipercepat. Lepas makan pagi mereka segera bergegas naik oto bus dan kemudian memulai perjalanan hari penghabisan.

Tempat nan mereka tuju ialah Desa Sukarara tempat salah satu pusat pengrajin songket di Pulau Lombok. Disini St. Rajo Basa hanya melihat-lihat saja dan benarlah rasa sesal itu muncul tatkala mendengar harga kain songket di tempat ini “Sungguh menyesal awak semalam tiada jadi membeli songket nan ditawarkan oleh pedagang di tempat makan malam..” ujar St. Rajo Basa.

Beberapa orang pelancong dari Tanah Melayu [Picture: Here]
Beberapa orang pelancong dari Tanah Melayu [Picture: Here]

Di tempat ini juga diperlihatkan proses menenun kain oleh para penenun di Lombok, bahkan para pelancongpun dapat mencoba menenun dengan alat tenun kuno ini. Peralatan tenun yang dipakai disebut gendongan yakni bagian alat yang disebut epor diletakkan di punggung di atas pinggul si penenun. Hal mana menurut cerita dari inyiak-inyiak[1] kami dahulu seperti itulah orang di kampung dahulunya menenun pakaian untuk dipakai mereka sehari-hari.

Selain itu di kawasan kerajinan itu juga terdapat beberapa buah bangunan khas Suku Sasak yang mereka namai dengan nama Rumah Lumbung. Lumbung bermakna alang-alang, dinamai Rumah Lumbung karena atapnya terbuat dari alang-alang. Keberadaan rumah ini menjadi sasaran untuk mengambil gambar bagi para pelancong yang menyambangi tempat ini. Termasuk kawan kami St. Rajo Basa dan kawan-kawan nan tiada hendak kalah, mereka ikut pula mengambil gambar kenangan.

“Sedari tadi tampak oleh awak ini banyak para pelancong nan memakai pakaian khas lombok berpose mengambil gambar. Awak sangka disewakan rupanya kata salah seorang kawan kita nan ikut bersama ke Lombok tiada disewakan hanya saja pemilik tempat ini menyediakan kotak di dekat pintu dan para pelancong boleh memasukkan uang seikhlasnya sebagai balasan kainnya telah dipinjam..” kisah kawan kami.

Maka beramai-ramai mereka memakai pakaian songkat khas Lombok itu, mengambil gambar dan berpose layaknya model. Tak berapa lama selepas itu, pemandu mereka telah memanggil-manggil menyuruh bergegas sebab mereka mesti berpacu dengan waktu,  maklumlah, hari ini hari Jum’at.

________________________

Catatan Kaki:

[1] Kakek

________________________________

Baca Juga:

[1] http://www.ipapedia.web.id/2015/11/proses-teknik-dan-alat-kerajinan-tekstil_3.html

[2] http://www.mikirbae.com/2015/11/proses-teknik-dan-alat-kerajinan-tekstil.html

2 thoughts on “Melancong ke Lombok (8): Melihat Songket

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.