Drama di atas bus

Pict: wallpaper flare

Telah banyak orang-orang yang mengeluhkan perangai gen-Z, ada yang membuat candaan perbandingan antar generasi di tiktok. Walaupun disampaikan dengan gurauan namun amat mengena. Singkat kata, generasi yang lahir belakangan lebih manja, tak beretika atau kurang ajar, serta tidak memiliki sensitifitas terhadap orang lain ataupun lingkungan.

Kami tinggal di sebuah bandar, bukan bandar besar apabila dibandingkan dengan bandar-bandar lain di pulau ini atau bahkan republik ini. Adapun untuk wilayah keamiran kami merupakan bandar terbesar dan teramai. Kehidupan disini lebih keras dari pada daerah lain dalam wilayah keamiran, demikian juga dengan tabi’at masyarakatnya, lebih kasar apabila dibandingkan daerah lain dalam wilayah keamiran. Kami tiada tahu apabila dibandingkan dengan wilayah lain di luar wilayah keamiran kami.

Pada suatu malam kami pulang lepas magrib, menumpang salah satu moda pengangkutan terbaik di bandar ini. Semenjak sebelum magrib antrian penumpang sampai keluar dari tempat perhentian (halte) bus. Kebanyakan yang menanti bus tumpangan ialah murid-murid sekolah menengah atas. Beberapa bus tak berhenti di tempat perhentian yang kami tunggui karena penumpangnya penuh dengan anak sekolah menengah atas. Kalaupun ada yang berhenti, tak semua penumpang dapat diangkut.

Akhirnya kami mendapat bus yang tak bagitu penuh, namun seluruh bangku telah terisi dan terdapat beberapa murid sekolah yang berdiri. Anehnya, selain ada yang berdiri, terdapat satu orang yang duduk di jalur para penumpang berlalu-lalang. Tiada yang menegah (menegur) kamipun enggan, kawan-kawannya terlihat acuh karena sibuk dengan gawai masing-masing atau sibuk bergurau sesama mereka. Kebanyakan perempuan, hanya beberapa orang lelaki, yang duduk di lantai bus ialah seorang anak lelaki tak berotak dan mati kerancak-an. Sepertinya ia merupakan yang tertampan dan digilai gadis-gadis di sekolahnya, calon pencundang dimasa depan.

Salah seorang anak perempuan duduk dipangkuan salah seorang kawannya, agaknya menjadi pimpinan dalam gurauan dan candaan bersama kawan-kawan sekolahnya. Kami amati cukup manis namun sayang rusak oleh sikap biadabnya, benarlah kata orang bahwa kecantikan itu dari dalam bukan hanya dari luar. Petugas bus hanya melihat beberapa saat dan kemudian mendiamkan anak bujang mati kerancak-an ini.

Ketika kami baru naik bus, salah seorang murid lelaki yang duduk di bangku paling belakang mempersilahkan kami duduk. Kami tolak dengan halus sembari menyuruh ia duduk kembali, sempat babaso ia namun kami yakinkan, akhirnya ia duduk kembali. Lagi pula kami belum tua-tua betul, masih sanggup tegak selama satu jam perjalanan pulang ini. Rupanya mereka semua satu gerombolan.

Setelah tiga puluh menit perjalan, dua orang penumpang yang duduk di bangku terdekat berdiri, kami hampiri bangku yang akan kosong namun terhalang oleh salah seorang anak yang sedang berdiri. Rupanya ia mengamankan bangku untuk si babang tamvan yang melepok di lantai bus. Jahanam, rupanya ia babu dari si jahanam ini. Akibatnya kami tak jadi duduk, si babang tamvan duduk bersama gadis yang tadi duduk di atas pangkuan kawannya. Rupanya mereka berdua pacaran. Cis..

Terkejut, kesal, marah, dan gemas bercampur baur. Tidak ada yang menegur, kamipun tak hendak merusak hari kami yang telah muram ini dengan seorang anak jahanam tak berotak ini. Persekongkokolan antara tuan dan majikan yang dilakukan oleh gen-Z ini membuat kami memandang masa depan dengan suram. Mereka-mereka inilah yang akan menggantikan tempat kami kelak.

Ini semua merupakan citra dari keluarga dan lingkungan tempat mereka dibesarkan. Dan pada akhirnya mencerminkan karakter masyarakat pada salah satu wilayah di bandar ini. Tapi tentu sahaja tidak dapat kita pukul rata seperti itu, karena keluarga dan lingkungan pergaulan (kawan-kawan) sangat berpengaruh apagi ditambah dengan tontonan yang digemari oleh generasi muda masa kini.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.