Collateral Damage

Picture: https://www.videoblocks.com

Dahulu pada labuh[1] di salah satu simpang di kampung kami telah dua kali dibuat orang tanggul[2] dan beberapa bulan kemudian tanggul tersebut teraksa dibongkar kembali. Kalau tak salah alasannya karena tidak dibenarkan oleh peraturan nan berlaku. Alasan orang kampung masa itu membuat tanggul dikarenakan telah banyak kali terjadi kemalangan di jalan, akibat dari ulah perbuatan manusia itu sendiri.

Adalah sudah menjadi lazim pada masa sekarang orang berkendara dengan kencang. Dahulu nan suka melaju dengan kencang ialah kaum lelaki saja terutama nan bujang-bujang. Kami acap dicemooh oleh salah seorang mamak[3] kami “Engkau beronda[4] serupa perempuan..”

Namun pada masa sekarang induak-induak[5]pun berkendara lebih kencang pula dari lelaki. Tak hanya anak gadis, induak-induak telah beranak dan bercucupun tak tanggung kencangnya membawa onda. Itulah nan dikatakan oleh orang sekarang “The Power of Emak-emak”.

Karena tanggul telah dibongkar sebab tak sesuai dengan peraturan nan berlaku maka telah mulai pula orang kencang-kencang membawa onda tatkala lalu di simpang tersebut. Pernah terjadi kemalangan, seorang engku-engku nan kencang membawa vespa[6] terjungkal karena menghantam oto[7] nan hendak melintas. Syukur si engku tak parah lukanya, dibawa ke puskemas dan kemudian pulang. Tak lagi terdengar kabar dari si engku si lepas itu.

Namun pada tengah hari ini, kejadian nan berlaku membuat semua orang keluar dari rumahnya. Suara hantaman nan sangat kuat terdengar sampai ke kampung sebelah. Seorang pengendara onda menghantam sebuah oto nan hendak berbelok tepat di tengah simpang. Ondanya terjungkal ke samping dan si pengendara langsung pingsan di tempat.

“Kencang sangat dia membawa onda, oto itu sudah melambat dan menghidupkan lampu sein. Tapi onda itu kencang sangat lajunya dari arah pasar, tak sempat dia mungkin menginjak rem..” jelas salah seorang nan kami tanyai.

“Ah, tak terdengar bunyi rem diinjaknya. Tak ada diinjaknya rem itu..!!” terang nan lain.

Apapun itu, semua orang sepakat penyumpahi si pengendara onda nan kencang sangat laju kendaraannya tatkala di persimpangan. Padahal semua orang tahu kalau di persimpangan – walau selengang apapun – tetap laju kendaraan diperlambat. Namun sumpah serapah kepada pengendara onda nan tengah pingsan itu tak mengurangi beban dan perasaian si engku pengendara oto.

Si engku nan berbadan besar itu sudah kehilangan kendali diri, tak tanggup ia membawa otonya nan penyok tepat dibagian belakang itu. Kaca mobil bagian belakang telah hancur. Untung salah seorang pemuda di kampung berkenan menolong membawa otonya nan berisi si pengendara nan telah pingsan itu ke puskesmas. Semua orang hanya dapat berdo’a tak ada lagi kemalangan lebih lanjut nan menanti si engku pengendara. Sudah cukup berat bebannya.

Collateral Damage, demikian orang di sana menyebutnya atau Korban tak bersalah kata orang Melayu. Si engku nan hanya numpang lalu di jalanan kampung kami karena berhajad hendak menghadiri kenduri di tempat kerabatnya. Di tegah jalan ia mendapat musibah akibat ulah pengendara onda nan suka melaju kencang.

Sesalah pejalan kaki, salah nan membawa onda – sesalah nan membawa onda, lebih salah nan membawa oto. Ungkapan itu sangat terkenal ketika itu, kata orang masa kini tak lagi dipakai orang. Namun kita tak tahu manusia, bermacam ragam isi kepalanya, berlainan niat dan maksudnya. Semoga si engku diberi ketabahan dan kesabara, serta cepat berlalu hendaknya perkara jahanam ini.

________________

Catatan Kaki:

[1] Jalan
[2] Polisi tidur
[3] Saudara lelaki ibu
[4] Membawa sepeda motor
[5] Kaum perempuan, ibu-ibu
[6] Skuter
[7] Mobil

3 thoughts on “Collateral Damage

Leave a reply to sutan nagari basa Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.